Sekilas kisah tentang Fulanah


Perkenalkan namaku adalah Humairah, aku lahir dikeluarga yang sederhana tanpa bergelimang harta. Aku adalah anak pertama dari dua bersaudara, nama adikku adalah Sumayyah ia lahir tiga tahun setelah diriku. Kami dibesarkan dengan kasih sayang yang luar biasa, walau begitu ayah dan ibuku tak pernah sekalipun memanjakan kami, mereka mendidik kami dengan ketegasan. Ayahku mengajariku mengenal huruf-huruf hijayya yang saat itu aku masih buta huruf, sedang ibuku mengajariku bernyanyi-nyanyi shalawatan yang indah. Dari didikan ayahku aku pun berani masuk ke beberapa TPA di sana aku kembali mengasah kemampuanku mengaji sampai para seniorku  yang juga mengaji di sana mengacungkan jempol saat aku sudah masuk Al-qur’a besar mendahului mereka. Ada rasa bangga saat itu, apalagi sudah beberapa kali aku tamat mengaji.

Masa kecil yang sangat indah terukir di dalam hidupku. Namun semenjak aku berumur 14 tahun tepatnya di kelas VIII semua pun berubah seratus delapan puluh derajat dari sebelumnya. Yang dulunya hanya tahu dengan dunia kanak-kanak yang menyenangkan kini mulai beralih pada dunia maya yang penuh dengan sisi negatif. Awalnya aku tak tahu menahu tentang dunia maya itu, tapi semakin aku telusuri dan dalami aku semakin terjebak di dalamnya, pergaulanku pun kian hari kian pesat berkembang. Setiap hari aku hanya sibuk dengan dunia keduaku itu, sampai aku lupa untuk mengerjakan kewajiban ku sebagai muslimah, bahkan aku sampai mengabaikan panggilan ibuku dan ayahku. Kesibukanku pada dunia maya membuatku makin menjadi wanita yang brutal, mulai mengenal namanya lelaki dan dengan berani untuk berpapasan wajah. Rasa malu ataupun yang lainnya sudah sirna, aku terlalu terjebak dalam dunia yang rusak. Moralku pun semakin buruk tapi seburuk-buruknya moralku aku tetap tahu di mana batasanku bergaul. Aku mulai mengenal namanya cinta, lebih tepatnya cinta monyet yang tumbuh pada waktu yang sangat-sangat tidak tepat. Awalnya aku ragu untuk menjalin hubungan dengan kata lain pacaran, karena aku tahu ayah dan ibu ku sangat  tidak suka itu dan sangat-sangat melarangku. Tapi karena desakan teman-temanku yang selalu mengomporiku dengan kata-kata manis , membuatku terjun bebas dalam menjalin hubungan pacaran. Aku makin bobrok dalam agama, bahkan aku sangat jauh dari Allah, aku lupa padanya, sama sekali tidak mengingatnya. Aku terlalu sibuk dengan dunia yang begitu fanah, sibuk dengan kesenangan dunia yang sementara, sibuk mencari jatih diri yang sebenarnya tak ada dan selalu merasa harus tampil lebih padahal tak sesuai. Astaghfirullah!!

Namun semua perlahan-lahan berubah dan kembali ke masa yang lebih baik, semenjak aku kembali disatukan dengan sahabat kecilku Ina Febri Anti di kelas XI. Aku banyak belajar darinya, dari kesabaran dan keikhlasannya aku disadarkan bahwa apa yang selama ini  ku lakukan adalah hal yang sangat sia-sia dan Allah sangat memurkainya. Saat itu aku dan ina duduk santai di belakang kelas tepatnya di depan lapangan volli ditemani pohon mangga yang rindang membuat suasana makin sejuk dan nyaman. Ina memegang tanganku seraya menatapku lekat sedang aku hanya membalas tatapannya dengan kerutan di dahi bingung?. Ia mulai bercerita tentang bagaimana Allah itu, Allah yang Maha Ghaib yang Maha besar dengan luasnya maafnya. Ina bercerita bagaimana besarnya Allah mencintai hambanya dan sedihnya ia melihat Hambanya berpaling. Mendengar itu hatiku tertohok, sakit, sesak, perih, pedih bercampur jadi satu. Rasanya sangat malu, malu akan masa lalu yang begitu kelam, malu dengan segala perbuatan yang tidak terpuji dan malu dengan semua dosa yang semakin banyak tertumpuk. Aku menyandarkan kepalaku pada bahu Ina, ku tuangkan semua rasa bersalahku dalam tangis. Air mataku terus mengalir  sampai Ina sendiri yang menghapusnya, ia dengan sabar dan senyum menguatkanku, memberikan energi positif dengan percaya pada Allah bahwa Allah sudah memaafkan diriku.

“Kamu harus yakin, Bahwa Allah itu akan selalu memaafkanmu apalagi dengan perubahanmu yang benar-benar jauh dari masa lalu dan mau kembali ke jalannya. Percayalah Allah itu Maha Pemaaf, Penyayang. Maaf Allah itu luas melebih bumi dan seisinya, jadi jangan takut dan ragu dengan ampunan Allah. Allah sudah menyatakan itu dalam firmannya Dalam surah Al-Baqaah ayat 62 yang berbunyi “sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yahudi, orang-orang nasrani dan orang-orang sabi’in. Siapa saja (diantara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, dan melakukan kebajikan , mereka mendapat pahala dari tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati”. Jadi, untuk apa kamu bersedih hati, Allah saja sudah jelas-jelasnya menjelaskannya pada kita semua bahwa jika kita beriman kepadanya tak ada rasa takut dan sedih pada kita. Sudahlah, simpan air matamu itu untuk sesutu yang lebih penting,” ujar ina.
Mendengar penuturan Ina aku mulai sadar kembali, aku bukannya memberhentikan air mataku malah semakin bertambah pesat, tapi kali ini bukan tangis seperti sebelumnya melainkan ini tangis haruku pada Allah, aku sangat bersyukur bahwa Allah masih baik kepadaku memberikan nikmat hidayah ini sehingga aku benar-benar tertuntun kembali ke jalannya yang semulah buntu dengan godaan syaitan. Setelah acara tangis-tangis itu aku meyakinkan diriku untuk segera lebih fokus dalam memperbaiki diri. Belajar sedikit demi sedikit tentang larangan-larangan Allah dan apa saja yang Allah sukai. Kewajiban yang selama ini ku tinggalkan mulaiku kerjakan kembali dan malah semakin ku tambah dengan sunnah-sunnah rasulullah. Aku semakin tertuntun dan tenggelam dalam dunia yang islami, aku makin banyak pengetahuan dan semua yang dilarang perlahan-lahan mulai ku jauhi tak ada lagi yang tersisah untuk masa lalu ku yang kelam. Semua sudah terisi penuh oleh rasa cintaku pada Allah dan Rasulullah, tak ada lagi peluang masa lalu mengisi dan ku pastikan benar-benar sudah tak ada. Pergaulanku pun mulai ku batasi, aku akan lebih banyak bergaul dengan yang Mahram karena bergaul dengan yang bukan Mahram itu akan membuatku jatuh pada zina. Seperti firman Allah dalam surah Al-Isra’ ayat 32 yang berbunyi “dan janganlah kamu mendekati zina;  (Zina) itu sungguh perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk”. Jangankan melakukan, mendekati saja sudah zina. Aku berusaha untuk tidak melakukan interaksi yang berlebihan, jikapun ada interaksi itu hanya jika suatu tugas atau kerja kelompok selebihnya aku tidak mau berinteraksi.

Perubahnku ini cukup menyita perhatian. Mulai dari teman kecilku di daerah rumahku sampai sekolah. Jujur aku kadang risih jika selalu diperhatikan dengan tatapan yang sulit ditebak. Aku kadang berpikir negatif dengan sorot mereka, tapi aku sadar bahwa apa yang ku pikirkan adalah sebuah kesalahan, bukankah suusdzon itu tidak baik?. Aku hanya bisa berdoa kepada Allah untuk selalu diteguhkan dalam hijrah ini dan dimudahkan dalam setiap langkah. Setelah hampir 6 bulan aku benar-benar istiqomah dalam perubahan, tiba-tiba Allah mendatangkan ujian yang cukup sulit dan sangat berat untuk ku hadapi yaitu ‘CINTA’.

Saat aku benar-benar sudah berada dalam tahap istiqomah yang hakiki, Allah datangkan satu ujian yang sanggup mematahkan keistiqomaanku itu dengan hadirnya sebuah rasa cinta yang bahkan belum waktunya. Untuk kali pertamanya lagi aku kembali merasakan rasa ini, rasa yang bisa membuat jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya, membuat  tubuhku kaku serta semu merah jambu merambat pada pipiku. Ya Allah, aku benar-benar tak bisa menghentikan rasa ini,. hanya karena mata yang tak sengajah saling perpandangan itu membuat sebuah kisah baru dalam hidupku dan sedikit mengacak dunia hijrahku. Laki-laki itu adalah seniorku sendiri, dia ketua Osis dan cukup berprestasidi sekolahku. Bagaimana tidak? Kelasnya saja di IPA 1 otomatis selalu mendapat perstasi. Jika boleh jujur, dia masuk dalam kriteriaku entah disengajah atau tidak dengan sikap sulit ditebaknya dan dinginnya itu membuatku harus jadi seperti ini, jatuh hati pada sosoknya. Awalnya hanya aku yang tahu tentang rasa ini, yah karena memang aku yang merasakan, dan aku juga orangnya cukup tertutup dengan rasa-rasa seperti itu, tapi entah kenapa hari itu, aku benar-benar tidak bisa menahannya  lagi hingga  dengan berani menceritakannya pada Ina yang malah dibalas ejekan. Ina selalu menggodaku dengan menyebut namanya, entah kenapa jika namanya disebut hatiku berdesir. Jika ini benar rasa cinta, tidak mungkin secepat ini berlabuh, karena yang ku tahu cinta yang benar itu datang pada waktu yang tepat bukan seperti yang ku rasakan saat ini. Ada waktu yang membuat aku tak bisa apa-apa selain selalu beristighfar. Rasa gugup benar-benar mendominasi saat itu, saat di mana aku dan dia tak sengajah bertemu lagi dan saat itu tengah belajar di taman sekolah, tatapan matanya sungguh membuat hatiku tidak tenang, hatiku terus berdesir, suhu badanku naik entah bagaimana wajahku saat itu. aku berusaha santai saat berjalan melewati gerombolan dia, aku bahkan sampai memperlihatkan wajah cukup jutekku sok fokus ke depan padahal dalam hati lagi kacau balau. 

Benar-benar cinta itu membuat imanku turun, aku bahkan harus setiap  saat memikirkan tentang dirinya yang jelas-jelas bukan mahramku. Sungguh aku malu saat ini jika harus mengingat hal ini, semoga kalian yang membaca tak mengikuti jejakku yang konyol ini. oke kembali ke topik, setelah beberapa bulan berlalu rasa itu makin membuncah, apalagi saat aku pergi ke sekolah. Motor ayahku meluncur di jalan raya mungkin sekitar setengah tujuh, dan saat yang bersamaan diapun keluar dari loronya dan ia sempat melirikku. Dia awalnya berada di depan motor ayahku, tapi lama kelamaan motornya melambat dan mempersilahkan ayahku mendahuluinya dan dia mengikut di belakang. Rasa deg-deg kan ku saat itu benar-benar cepat, aku bahkan sampai  kaku di tempat  dudukku tanpa menoleh ke sana ke mari dan hanya fokus menatap rumah-rumah pinggir jalan. Motornya bukannya cepat saat sudah sampai ditikungan sekolah, eh malah semakin dilambatkan saat motor ayahku melambat, entah disengajah atau tidak itu yang terjadi. Namun setelah itu ia masuk ke dalam area sekolah dan aku berhenti di depan gerbang. Ku cium punggung tangan Ayahku dan langsung masuk ke dalam lingkungan sekolah dengan perasaan yang bercampuk aduk. Bahagia, gugup, deg-degan dan salah tingkah aku bahkan seperti orang gila bergumam sendiri, mengerutui dia yang membuatku jadi nge-flay seperti itu. sampai di dalam kelas, aku menarik tangan Ina dan menceritakan semuanya, dan tanggapan Ina hanya bisa menggodaku dan mengomporiku dengan kata-kata yang semakin membuat aku terbang bahagia. Hari-hariku terus berjalan seiring waktu, rasa itu makin lama makin bertambah. Kisah-kisah baper terus menghampiri diriku sampai pada suatu waktu saat di mana ku lihat dia bersama wanita lain dan dia adalah juniorku. Mereka saling berinteraksi cukup lama dan sepertinya cewek itu sangat nyaman bersama dia, mereka bahkan saling melepas canda tawa bersama tanpa peduli ada orang yang patah hati saat itu dan orang itu adalah aku. Ina merangkulku, ia menarikku ke mushollah yang kebetulan saat itu tujuanku memang ingin ke mushollah, tapi karena dua orang itu membuat langkahku terhenti.

Ina menyadarkanku saat aku melamun, aku benar-benar kehilangan fokus mengaji saat itu, aku memikirkan kejadian barusan saat kakak itu bercengkerama dengan gadis cantik itu. Iya, aku akui dia memang cantik bahkan lebih dari aku yang biasa saja ini. Dia pun mempunyai senyum yang  indah bahkan aku sendiri pun jatuh hati melihat senyumnya , apalagi dia. Pastinya ia suda terjun masuk ke hati gadis itu. aku yakin mereka sudah berhubungan lebih dari teman. Ina yang sedari tadi menatapku langsung memukul lenganku  keras, aku meringis ia menatapku horor.
“Sudahlah, dia itu bukan laki-laki baik untukmu. Kamu liatkan tadi dia sama siapa? Dia sama cewek dan dia itu pacarnya. Aku tahu itu dari teman kelas ku. Mereka bilang, kakak itu kemarin baru nembak cewek itu. hah! Sudahlah, ngk usah mikirin dia lagi dia juga udah punya orang.”
Kata-kata ina sukses membuat dadaku sesak, ruang pernapasanku seperti sudah full, tak ada lagi tempat untuk bernapas. Aku bahkan hampir menangis mendengar itu, tapi aku menahannya aku tak sealay itu harus menangisi laki-laki hanya karena dia sudah punya orang lain. Itu tandanya bahwa dia bukan laki-laki baik untukku, Allah lagi-lagi membuatku sadar. Mungkin ini adalah teguran Allah karena aku terlalu berharap padanya sampai lupa siapa yang menciptakannya. Saat itu aku berusaha melupakan dirinya walau sangat sulit, karena setiap hari aku selalu berpapasan dengannya walau tampilannya mulai berbeda tak seperti sebelumnya. Aku mencoba terlihat biasa saja seperti tidak terjadi apa-apa. Usahaku cukup melelahkan, karena melupakan adalah pekerjaan yang paling sulit dikerahkan, karena seberapa sibuknya kita dan seberapa jauhnya kita lari untuk melupakan itu merupakan  satu-satunya hal yang paling sulit untuk kulakukan. Sebab  hadirnya saat itu benar-benar membuat pertahanan hatiku runtuh. Aku bersujud pada Allah memohon ampunana atas apa yang selama ini ku lakukan dengan menjadikan manusia sebagai tumpuan harapan. Aku juga meminta pada Allah agar cepat diberi kemudahan untuk melupakan dia dan apapun tantangannya aku siap menghadap,  asal aku bisa melepasnya pergi. Setelah satu minggu tak bertemu dengan dia, aku pun sedikit membaik walaupun  belum pulih total.

Saat itu tepat  di hari senin setelah pelajaran matematikan selesai dan dilanjutkan dengan pelajaran biologi yang di mana kami harus belajar di LAB dan apesnya jalan ke sana harus melewati kelas dia. Aku sedikit takut dan gugup untuklewat, aku khawatir dia ada di depan kelasnya dan itu akan membuatku semakin sulit untuk lepas dari bayangnya.  Dengan pandangan yang  terus menatap ke bawah aku berhasil sampai di LAB tanpa menoleh untuk melihatnya. Aku tersenyum puas, setidaknya aku sudah bisa menahan diri untuk tidak lagi melihatnya walau hati masih teta  berdesir.
Kebetulan LAB masih belum terbukan dan Umi guru biologiku  juga belum datang, ku putuskan duduk di tangga tepat di samping kelas ku dulu saat kelas X. Aku duduk santai sembari menjaga teras LAB yang baru saja di pel bersama teman-teman kelasku yang lain.
“Woy! Jangan jalan di situ. Lantainya baru dipel!” tiba-tiba temanku berteriak keras, aku menoleh ke arah tempat orang yang dibentak itu. ku lihat dua lelaki  itu jalan dengan senyum malunya dan segera  berjalan cepat menuju samping tangga tepat di sampingku. Mataku memperhatikan salah satu cowok itu dan aku menangkap sosok idolaku di wajahnya. Cowok itu mirip dengan kak sari, iya benar-benar mirip aku sampai kegirangan dan mengekori cowok itu sampai di kelasnya. Rupanya dia di kelas X-2, aku menarik lengan Ina dan mulai bercerita panjang lebar tentang apa yang baru ku lihat tadi. Ina langsung penasaran dengan cowok itu.

Hari berikutnya, tepatnya hari rabu, saat jam ketiga setelah aku olahraga tiba-tiba aku kembali melihat sosok junior itu, ia tengah mengajari teman kelasnya cara bermain volli. Aku tersenyum dan langsung menarik ina untuk mendekat ke kaca, aku mulai menunjukkan cowok yang membuat dia penasaran itu. ina tersenyum dan mengiyakan bahwa cowok itu mirip dengan kak sari, aku terus memperhatikannya mengajari temannya bermain volli, aku bahkan lupa dengan prinsipku dulu untuk tidak memandang yang bukan mahram. Itu mungkin jawaban Allah untuk doaku, Allah sudah benar-benar mencabut rasaku pada si kakak senior itu dan berganti pada si  junior walau saat itu masih dalam tahap kagum biasa tanpa ada feel. Aku memperhatikannya terus menerus sesekali aku tersenyum saat ku lihat dia juga melirik ke arahku dengan salah tingkah sampai ia harus kehilangan fokus dalam bermain volli.

Aku dengan bercanda  langsung mengatakan pada ina dan Uci bahwa aku menyukai junior itu, padahal jujur saja aku sama sekali belum tertarik dengan dia. Aku hanya mencoba bercanda ria agar aku juga bisa ceria mencoba melupakan sejenak tentang si senior itu. saat di musholla aku kembali bertemu dengan junior itu, aku tersenyum sembari berbisik pada Uci bahwa dia itu lucu, cantik dan ganteng sangan cocok denganku. Uci hanya tersenyum jijik melihatku, karena baru kali ia melihatku sealay itu karena setahu dia aku ini tidak pernah sama sekali menyukai laki-laki. Aku tertawa saat uci menggodaku sambil menunjuk pada junior itu dengan mengatakan dia idolaku.

Setelah bercandaan konyol itu, aku semakin sering bertemu dengan dia entah di mana tempatnya yang jelas aku selalu berpapasan dengannya. Dan rasa itu dimulai saat aku berada di musholla saat aku mengembalikan Al-Qur’an yang baru saja ku pakai mengaji, aku berjalan sambil membaca suarh ayat pertama Al-Mulk cukup keras dan saat yang bersamaan dia masuk lewat pintu kanan kami saling bertatapan beberapa saat  namun segerah ku alihkan dan berlari  keluar ruangan tempat laki-laki sholat dengan malu. Aku duduk di tempatku semula dengan perasaan dag-dig-dug. Rasa itu kembali muncul saat beberapa bulan hilang, aku mencoba tenang tapi tetap saja tidak bisa. Semakin aku memikirkan junior itu hatiku makin berdesir lebih cepat. Awalnya aku ragu dengan rasa ini, aku mengira rasa itu cuma sesaat saja nanti juga bakal pergi. Tapi semakin lama rasa itu makin besar, dan saat yang bersamaan saat rasa itu mulai muncul,  tiba-tiba saja langsung dipatahkan kembali saat ku dengar dia juga sudah memiliki orang lain. Dan yah, Lagi-lagi aku patah hati, tapi aku bertanya pada diriku sendiri. Kenapa aku harus patah hati? Bukankah dia itu junior? Bukankah dia itu hanya orang asing? Tapi, tapi kenapa aku malah jadi sesak begini mendengarnya apalagi saat aku tahu siapa cewek yang menjadi pacarnya dan  aku malah semakin sakit hati. Lagi-lagi Allah mengujiku, tapi rasa sakit ini beda dengan yang sebelumnya.  Sakit ini tidak benar-benar sakit seperti yang dulu. Aku masih bisa mengatur napas dengan baik  dan melakukan aktivitas lainnya tanpa harus gagal fokus. Lucunya bukannya aku melupakan si junior itu malah aku semakin mengingatnya dan parahnya aku menganggap hubungannya itu adalah sementara dan aku yakin dengan itu. setelah satu minggu, aku kembali mendapat kabar terbaru dan itu cukup membuatku bahagia, yaitu si junior sama cewek itu pu-tus. Aku awalnya tak percaya, namun setelah aku mencari tahu memang benar. Mereka sudah p-u-t-u-s. Aku merasa kesempatanku masih ada, aku kembali bersemangat dari sebelumnya.

Dan makin hari rasa cinta itu muncul dan bersemi di hati, aku mulai mencintainya dalam diam. Dan hanya dia yang sampai saat ini menduduki hatiku tanpa ada laki-laki lain yang menggeser. Aku berdoa kepada Allah dengan semua ujian ini, aku meminta pad Allah agar diperkuat dalam iman agar tak meleset karena Cinta ini. Namun semakin lama aku pendam rasa ini semakin sesak saja, bahkan aku sama sekali tak bisa diam. Aku gelisah dan terus memikirkan dia, aku bahkan sampai berimajinasi tinggi untuk bisa bersamanya, aku makin berharap padanya. Dan lagi-lagi iman ku turun, syaitan menghiasiku dengan hayalan-hayalan yang melambungkanku bersamanya . Sumpah imanku saat itu benar-benar turun drastis, aku bahkan sampai menunda kewajiban. Astaghfirullah! Untunglah Allah mendatangkan sahabat yang sangat baik nan perhatian. Mereka menegurku dengan sikap mereka yang lebih istiqomah dalam hijrah, aku seperti tertohok saat melihat mereka lebih istiqomah dalam kebaikan dari pada aku. Padahal dahulu aku jauh dari mereka tapi sekarang mereka jauh lebih baik dariku. Aku terdiam sejenak merenungi diriku yang mulai salah jalan dan salah tujuan. Ku tangisi diriku yang mulai lalai kembali dan mulai melanggar janji. Teman-temanku menyadarkanku untuk tidak berharap pada manusia apalagi itu pada laki-laki, bahkan mereka menyuruhku untuk tidak lagi mengingatnya dan melupakannya, karena itu sama saja aku mencari dosa jariyah melalui zina.

Aku diam sejenak memikirkan itu, dan banyak-banyak membaca tulisan-tulisan islami. Aku banyak menemukan kata-kata yang cukup menohok, aku bahkan tak habis pikir dengan diriku yang mudah sekali menjatuhkan hati. Aku makin belajar lebih dalam lagi  bagaimana cinta sejati itu sebenarnya hingga aku mendapatkan jawaban yang paling indah dan paling menohok hatiku. Yaitu cinta hanya kepada Allah dan Rasulullah. Aku kembali menangis dan ini benar-benar sangat dalam, menangisi diriku yang malang karena sudah berani mencintai manusia melebihi Allah dan Rasulullah. Dari teguran teman-teman dan postingan-postingan islami yang ku dapat, aku semakin banyak belajar bahwa kita sebagai manusia tidak sepantasnya berharap pada manusia lainnya, karena manusia pun adalah makhluk yang tercipta bukan pencipta untuk itu berharaplah pada Allah saja. perbaiki dirimu hanya karena Allah dan mendekatlah pada-Nya dengan sebaik-baik pendekatan. Jika sudah waktunya Allah akan memberikan cinta sejati untuk kita semua. Dan membuat kita saling berpasang-pasangan dengan ridhonya. Sejauh manapun kamu berjalan dan pergi menjauh jika Allah mengatakan itu untukmu, makan benar itulah untukmu  begitu pun sebaliknya, sedekat apa pun dia denganmu kalau dia bukan untukmu, maka benar saja dia tidak akan pernah menjadi labuhan akhirmu. Namun sebelum itu, ada baiknya kita tidak usah memikirkan hal cinta pada manuia dulu, pikirkanlah caramu mencintai Allah, jika kamu baik mencintai Allah maka yang baik akan datang. Intinya teruslah kejar akhiratmu dan teruslah mendekat pada Allah dengan hijrah yang sitiqomah.
Dan hari ini, aku kembali tersadarkan hal itu, aku ingin merubah semuanya kembali seperti awalku berhijrah. Benar-benar dekat dengan Allah tanpa ada hambatan lagi, masalah cinta dan lainnya In Syaa Allah sudah bisa diminimalisir dan dilawan dengan iman yang makin baik. Doakan diriku teman-teman semoga selalu diberi keistiqomaan dalam hijrah dan bisa mencapai istiqomah dalam iman yang kokoh. Aamiin...

Itulah sekilas perjalanan hijrah saya dan ujian terberatnya. Jika masih bingung yah itulah yang terjadi. Allah selalu tepat saat memberikan ujian, dan Allah benar-benar Maha baik, karena sampai saat ini aku masih bisa merasakan sayang-Nya melalui hidayah  dan teguran-Ny. Alhamdulillah, semoga kalian termotivasi dan semoga semakin semangat berhijrah. Bismillah GO HIJRAH!!

END .....



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sadarku.

Kamu Bisa